Skip to main content

Sebelah Mata


Hari ini saya dan teman-teman foto angkatan untuk kedua kalinya. Pertanda bahwa kami sudah dipenghujung perjuangan menjadi seorang mahasiswa. Foto angkatan pertama kali, kami lakukan pada saat menjadi maba. Sengaja kami ambil spot foto yang sama, dengan tema yang sama, dan posisi duduk yang sama, dengan foto 3 tahun lalu. Sejenak saya pandangi teman-teman saya. Begitu banyak hal yang berubah selama 3 tahun ini. Dulunya, teman di depan saya ini tidak begitu memperhatikan penampilan. Tapi lihatlah! Sekarang malah dia yang selalu tampil stylist, bahkan untuk datang kuliah yang hanya 1 matkul sekalipun. Teman saya di ujung sana, dulunya pendiam sekali. Tapi lihatlah! Sekarang justru dia yang sibuk mengajak selfie bersama teman-teman yang lain. Ada lagi yang di sebelah saya ini. Dulu dia sukanya pakai celana jeans ketat. Tapi lihatlah! Bahkan sekarang saya sudah tidak bisa melihat gerak-gerik mulutnya saat dia berbicara. People change. And so do i.

Saya flashback ke masa-masa saat menjadi mahasiswa baru. Melihat lagi seperti apa saya dulu. Masih ingat ketika dulu teman-teman menganggap saya sebagai “ukhti-ukhti” yang sering diartikan sebagai panggilan untuk perempuan “muslimah”. Sederhana saja, karena dulu saya masih konsisten untuk mengenakan rok, baju panjang, kaos kaki dan kerudung yang menutupi dada. Saya kaget ketika mereka menganggap saya bak seorang ahli ibadah, hanya karena melihat penampilan luar saya. Bagaimana tidak? Bahkan pertemanan kami belum genap satu semester. Mereka tidak tahu apa yang saya lakukan setiap harinya. Entah kenapa, saat itu, saya sadar bahwa saya menutup diri saya. Saya, sadar atau tidak, membatasi pertemanan saya. Lingkungan di kampus begitu bebas rasanya. Tapi justru membuat saya mejadi insecure, takut tidak diterima oleh mereka. Hingga 2 semester pertama, saya hanya berteman dekat dengan 2 orang saja. Selebihnya, hanya teman.

Semester ketiga, rupanya saya harus extra survive. Kedua teman dekat saya memilih peminatan yang berbeda. Awalnya, saya lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman se-kota, keluarga kedua saya disini. Masih takut untuk berbaur dengan yang lain, meskipun teman-teman se-kota saya ini hanya beberapa saja yang dekat dengan saya. Tapi tidak lama, tugas-tugas kuliah memaksa saya harus berbaur dengan mereka. Saya tentu jeeper sekali awalnya. Wah, teman-teman saya ini keren-keren. Rasanya prestasi saya selama SMA itu tidak ada apa-apanya dibanding mereka. Rupanya di titik ini, saya belajar. Tidak hanya berbaur, tapi melihat apa yang selama ini tidak bisa saya lihat.

Saya masih ingat, semester lalu, ada teman yang tiba-tiba tanya ke saya, “Shif, kalo misalnya kamu denger kabar ada temenmu yang tiba-tiba hamil, responmu gimana?” Saya jawab, “Setau aku ya, kita berhak buat milih jalan hidup kita masing-masing. Termasuk buat having sex before married. Tapi kita juga punya kewajiban buat tanggung jawab sama pilihan-pilihan kita. Kaget lah pasti, tapi sebisa mungkin aku bakal menempatkan posisiku sebagai seorang teman. Dan nggak akan nge-judge sebelum aku tahu dia kenapa.” Di akhir pembicaraan, dia bilang “Iya Shif, kamu berubah”.

Dulu, saya kagetnya bukan main ketika tahu teman dekat saya pindah agama. Benar-benar kaget, seolah nggak percaya kalau itu beneran. Dulu, saya nyinyirin temen saya yang tiba-tiba dateng kuliah nggak pake jilbab, padahal baru kemaren saya puji warna jilbabnya. Dulu rasanya mudah sekali saya nge-judge orang, tanpa saya tahu dulu cerita dibaliknya.

Banyak hal yang kemudian merubah sudut pandang saya. Merubah kaca mata yang selama ini saya pakai. Seringkali malam-malam saya berakhir dengan tidur yang tidak nyenyak, hanya karena memikirkan “baiknya harus bagaimana saya ini?”. Semakin saya banyak berdiskusi dengan orang, semakin saya banyak menghadiri diskusi-diskusi forum besar, banyak membaca, banyak bertanya, makin saya sadar bahwa sempit sekali dunia saya selama ini. Ada banyak kehidupan di luar sana yang bahkan sampai sekarang belum saya ketahui. Sementara kehidupan bagi saya selama ini hanya sebatas takut masuk neraka dan senang-senang di surga.

Saya melihat cinta-kasih seorang makhluk kepada Tuhannya lewat orang-orang yang setiap hari sebad sana – sebad sini. Saya melihat usaha seorang makhluk untuk benar-benar mencintai Tuhannya tanpa iming-iming surga, lewat orang-orang yang melepas jilbabnya, sengaja tidak sholat untuk beberapa hari, dan cara-cara ‘aneh’ lainnya. Saya melihat bagaimana seseorang berusaha mencari ketenangan dalam hidupnya, dan dia mendapatkannya dengan cara yang berbeda dengan cara yang orang biasa lakukan. Dari sini saya belajar, bahwa selalu ada alasan dibalik setiap kejadian. Tidak ada yang tahu apa yang ada di dalam hati manusia, kecuali Sang Pencipta. Dan kita sungguh tidak punya hak untuk mencari benar-salah-nya. Adalah keterbatasan kita sebagai manusia, dan keistimewaan-Nya, sebagai Pencipta.

Sampai sekarang saya masih percaya bahwa rupanya Tuhan tidak sekaku itu. Tuhan itu asik, baik, menyenangkan, suka sekali bercanda. Dia punya cara-Nya sendiri untuk mencintai setiap makhluk-Nya. Sungguh kita tidak punya hak untuk membuat orang lain ada di jalan yang sama dengan kita. Dan kewajiban kita hanya satu: mengingatkan. Bukan untuk mencampuri urusan mereka. Dan alangkah bijaknya kalau kita bisa menghargai setiap keputusan orang lain. Toh kita dikaruniai akal untuk berfikir, dan hati untuk merasa. Bukan untuk saling menghakimi dan mengkotak-kotakkan sesama manusia.

Menulis ini, bukan berarti saya merasa saya benar. Toh saya juga tidak berniat untuk mencari pembelaan. Saya hanya merasa perlu menyampaikan apa yang saya rasakan. Sedih rasanya melihat ‘saya yang dulu’ bertebaran dimana-mana. Menghakimi sesama, miskin toleransi, mudah tersulut emosi, bertindak anarki alih-alih jihad dan membela Tuhan. Sedih sekali. Rasanya ingin sekali duduk bersama, sambil menikmati gorengan dan teh hangat. Sembari menikmati sore indah memandang senja kemerahan. Lantas saling bergumam, “Tuhan kita ini bukan terdakwa yang harus kita bela. Tuhan kita ini Yang Maha Segala, tidak bisa dilihat hanya dengan sebelah mata. Tuhan kita ini mencintai dengan cara yang indah dan selayaknya dicintai dengan keindahan.




Yk, 10 May 2017

Comments

Popular posts from this blog

Ahmad (V)

“Sampai waktu membawaku kembali padamu. Perlahan mengikis luka dan cerita sendu. Lalu bersama memintai doa, kiranya diamini semesta.” Berdamai dengan diri sendiri adalah sesuatu yang sedang aku pelajari sejak kepergianmu saat itu. Aku marah padamu, bahkan juga pada Tuhan. Aku marah atas sikapmu. Aku marah pada keadaan. Aku marah, kenapa aku dipertemukan denganmu, kalau akhirnya kau pergi juga? Lalu apa bedanya kamu dengan sebelummu? Lalu lari kemana doa-doaku? Semakin aku marah, semakin aku ingin menjadi egois. Bersikeras untuk acuh kepadamu. Tidak peduli apapun cerita tentangmu. Tidak peduli dengan cibiran orang-orang. Seolah aku berdiri sendiri, menutup telinga dari saran-saran bijak sekalipun. Mereka hanya tidak tahu bagaimana rasanya, pikirku saat itu. Tapi semakin aku marah, justru hatiku semakin sakit. Justru aku tidak berhenti memikirkannya sepanjang hari. Dan justru aku diam-diam mencari tahu tentangmu, yang nyatanya membuatku semakin sakit. Lalu aku merasa ...

Tentang Sajadah

Hai Blogger! Assalamualaikum.. Apa kabar? Semoga Allah selalu memberikan kita karunia berupa kesehatan dan kekuatan dalam iman islam. Aamiin ya Rabb.. Alhamdulillah, kini tiba saatnya kita menyambut hari kemenangan. Setelah sebulan lamanya menahan lapar dan dahaga. Sebulan lamanya menahan diri dari godaan hawa nafsu dunia. Semoga Allah senantiasa menerima amal ibadah kita. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H ya :) Mohon maaf yg sebesar-besarnya jika ada salah kata dan tingkah laku yg kurang berkenan selama ini. Semoga Allah meluruhkan dosa-dosa kita. Aamiin.. Maaf, agaknya 2 postingan di awal hari ini terkesan sok alim nan suci. Sungguh tidak ada maksud demikian. Ah, biarlah Allah yang menilai. Jadi begini saudaraku, kali ini aku ingin membagi sedikit isi otak ku berkenaan dengan sholat ied nanti. Semoga yg sedikit ini bermanfaat ya. Ini tentang sajadah. Hingga detik ini, masih banyak orang-orang non muslim yang menginginkan perpecahan islam. Segala cara dilakukan, sepert...