Skip to main content

Lillahita'ala

Malam ini aku baru menyadari bahwa aku belum mencintai Allah sepenuhnya. Ibu bilang berkali kali, lakukan semuanya Lillahita'ala. Tapi kalau boleh aku jujur, tidak semua yang aku lakukan Lillahita'ala. Aku masih sering melakukan sesuatu untuk orang lain, atau sesuatu yang lain. Dan malam ini, Allah menyapaku dengan sangat indah, tentang sesuatu yang disebut Lillahita'ala.

Aku menyukai seseorang. Aku bilang pada ibuku bahwa orang inilah yg membuatku kembali dekat dengan-Nya. Tahajud, dhuha, puasa daud dan sebagainya. Orang inilah yg membuatku selalu berfikir tentang apa yang seharusnya aku lakukan dan aku persiapkan.
See? Betapa sombongnya aku membangga-banggakan orang itu kepada Ibu. Tidak, kepada Allah juga.
Untung ada satu kalimat yg menyelamatkanku. Aku bilang, "Dia adalah perantara Allah pada ku". Memang itu yang kami sepakati. Kami sadar bahwa kami hanyalah perantara. Bahkan tidak ada niatan untuk menjalin hubungan seperti remaja kebanyakan. Tapi ternyata mulutku bisa berkata seolah-olah dia-lah yang membuat melakukan segalanya. Harus kuakui, sengaja maupun tidak, tidak semua yg kulakukan atas dasar Lillahita'ala. Dari ucapanku inilah, dari mulut ibuku Allah kembali menyapa.

Ibuku, adalah satu-satunya orang yang dengan mata kepalaku sendiri, aku bersaksi bahwa beliau adalah orang yang benar-benar menerapkan apa itu Lillahita'ala. Beliau, menjalankan peran sebagai seorang ibu dan ayah sekaligus, membiayai 4 orang sekaligus, mengerjakan banyak pekerjaan sekaligus. Lillahita'ala.
Aku selalu mengganggap bahwa keberadaanku adalah beban baginya. Menyekolahkanku, membiayai hidupku, bahkan aku tidak bisa mengusahakan beasiswa untuk membantunya.Dan saat itu aku bertanyata, apakah sebaiknya aku berenti kuliah saja, dan mulai bekerja? Ibuku marah. Beliau bilang "kalau kamu merasa rejekimu sudah diputus sama Allah, kalo kamu merasa Allah tidak lagi mendengar doamu, kamu berhenti kuliah! Ibu ini cuma perantara. Itu semua Allah yang kasih, bukan ibu!"
Rasanya seperti ditampar.

Ibu bilang (entah sudah keberapa kalinya namun sekarang baru aku menyadarinya), Allah menyukai hamba-Nya yang bisa memberi banyak manfaat, berpransangka baik pada-Nya, dan yang pandai bersyukur. Ibu bilang (yang entah sudah keberapa kalinya juga), bahwa orang tua yang berhasil adalah orang tua yang tidak meninggalkan anaknya dalam keadaan lemah, dan ketika anaknya meninggal dalam keadaan khusnul khotimah. Jelas, ibu tidak pernah tahu kapan ia dikatakan sebagai orang tua yang berhasil. Lagi, ibu bilang ada 2 hal yg ibu takutkan. Pertama jika anak-anaknya mengganggap apa yang diberikan padanya adalah suatu beban yg harus dibalas. Ya, balas budi. Kedua adalah ketika anak-anaknya tidak siap jika Allah memanggil beliau sewaktu waktu.

Ibu, adalah orang yang sangat menyiapkan kematian. Beliau adalah orang yg dengan terus terang mengatakan kepada kami anak-anaknya bahwa beliau akan lekas dipanggil oleh-Nya. Ibu adalah orang yang selalu mengurangi jumlah hutang, sangat mengusahakan untuk umroh di tahun depan, dan berinvestasi sebanyak-banyaknya agar anak-anaknya memiliki bekal ketika beliau tinggalkan. Katanya, setelah beliau umroh beliau baru bisa tenang. Anak mana yg bisa tahan dengan perkataan ibu yamg seperti itu?
Seolah olah ia akan segera meninggal dan hidup bahagia. Beliau menunggu kematian seolah-olah itu adalah hari bahagianya yang membuat ia terbebas dari segala penat dan capeknya. Dan beliau kecewa ketika kekhawatirannya menjadi nyata.

Sungguh, Lillahita'ala lebih susah daripada yang kubayangkan. Ibuku sangat mencintai Allah. Aku baru menyadari, begitu susahnya untuk bisa Lillahita'ala. Harus benar-benar menjadikan Allah nomor 1. Sadar atau tidak. Pengabdian harus sempurna, tidak cacat sedikitpun, itu Lillahita'ala.
Malam ini, aku lebih mengerti betapa mengerikannya dunia, betapa dunia bisa dengan mudah membawaku ke jalan yang tidak seharusnya. Seperti ini dunia yg katanya sementara itu.
Seperti ini rupanya..

Mulai detik ini, aku akan mencoba untuk mengabdi dengan sempurna, tidak lagi cacat.
Cintaku harus sempurna, seperti apa yg ibuku ajarkan.
Mencintai dan mengabdi karena memang cinta dan menjadikannya sebagai kebutuhan.
Aku akan ikhlas, kapanpun Allah menghadapkanku pada kematian. Kematian siapapun.
Semua kembali padanya.
Dan sudah tentu aku pun harus menyiapkan kematianku dengan segera.
Agar ibuku layak disebut sebagai orang tua yang sukses mendidik anaknya.

Comments

Popular posts from this blog

Ahmad (V)

“Sampai waktu membawaku kembali padamu. Perlahan mengikis luka dan cerita sendu. Lalu bersama memintai doa, kiranya diamini semesta.” Berdamai dengan diri sendiri adalah sesuatu yang sedang aku pelajari sejak kepergianmu saat itu. Aku marah padamu, bahkan juga pada Tuhan. Aku marah atas sikapmu. Aku marah pada keadaan. Aku marah, kenapa aku dipertemukan denganmu, kalau akhirnya kau pergi juga? Lalu apa bedanya kamu dengan sebelummu? Lalu lari kemana doa-doaku? Semakin aku marah, semakin aku ingin menjadi egois. Bersikeras untuk acuh kepadamu. Tidak peduli apapun cerita tentangmu. Tidak peduli dengan cibiran orang-orang. Seolah aku berdiri sendiri, menutup telinga dari saran-saran bijak sekalipun. Mereka hanya tidak tahu bagaimana rasanya, pikirku saat itu. Tapi semakin aku marah, justru hatiku semakin sakit. Justru aku tidak berhenti memikirkannya sepanjang hari. Dan justru aku diam-diam mencari tahu tentangmu, yang nyatanya membuatku semakin sakit. Lalu aku merasa ...

Sebelah Mata

Hari ini saya dan teman-teman foto angkatan untuk kedua kalinya. Pertanda bahwa kami sudah dipenghujung perjuangan menjadi seorang mahasiswa. Foto angkatan pertama kali, kami lakukan pada saat menjadi maba. Sengaja kami ambil spot foto yang sama, dengan tema yang sama, dan posisi duduk yang sama, dengan foto 3 tahun lalu. Sejenak saya pandangi teman-teman saya. Begitu banyak hal yang berubah selama 3 tahun ini. Dulunya, teman di depan saya ini tidak begitu memperhatikan penampilan. Tapi lihatlah! Sekarang malah dia yang selalu tampil stylist , bahkan untuk datang kuliah yang hanya 1 matkul sekalipun. Teman saya di ujung sana, dulunya pendiam sekali. Tapi lihatlah! Sekarang justru dia yang sibuk mengajak selfie bersama teman-teman yang lain. Ada lagi yang di sebelah saya ini. Dulu dia sukanya pakai celana jeans ketat. Tapi lihatlah! Bahkan sekarang saya sudah tidak bisa melihat gerak-gerik mulutnya saat dia berbicara . People change. And so do i. Saya flashback ke masa-masa s...

Tentang Sajadah

Hai Blogger! Assalamualaikum.. Apa kabar? Semoga Allah selalu memberikan kita karunia berupa kesehatan dan kekuatan dalam iman islam. Aamiin ya Rabb.. Alhamdulillah, kini tiba saatnya kita menyambut hari kemenangan. Setelah sebulan lamanya menahan lapar dan dahaga. Sebulan lamanya menahan diri dari godaan hawa nafsu dunia. Semoga Allah senantiasa menerima amal ibadah kita. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H ya :) Mohon maaf yg sebesar-besarnya jika ada salah kata dan tingkah laku yg kurang berkenan selama ini. Semoga Allah meluruhkan dosa-dosa kita. Aamiin.. Maaf, agaknya 2 postingan di awal hari ini terkesan sok alim nan suci. Sungguh tidak ada maksud demikian. Ah, biarlah Allah yang menilai. Jadi begini saudaraku, kali ini aku ingin membagi sedikit isi otak ku berkenaan dengan sholat ied nanti. Semoga yg sedikit ini bermanfaat ya. Ini tentang sajadah. Hingga detik ini, masih banyak orang-orang non muslim yang menginginkan perpecahan islam. Segala cara dilakukan, sepert...