Sebelum memori ini termakan usia, sebelum sesuatu membuatku lupa, maka izinkanlah aku menulis apa yang ingin kusampaikan dan apa yang kuingat tentangmu. Tentangmu, yang entah sebaiknya ku sebut apa dirimu ini.
Aku masih ingat pertama kali aku mengenalmu saat kita saling mewakili SMP kita masing-masing di acara lokakarya. Bahkan aku tidak ingat apakah kita sempat bercakap waktu itu. Aku hanya tau namamu, itu saja. Sampai akhirnya beranjak SMA, aku kaget mendengar kabar bahwa kau diterima sebagai siswa di SMA idamanku. "Ah mungkin yang diterima disana benar-benar orang yang cerdas", begitu pikirku sembari mencoba ikhlas merelakan mimpi yang sudah kubangun selama 2 tahun lamanya. Kabar selanjutnya yang ku dengar tentangmu adalah ketika kau diterima di universitas yang sama denganku. Senang rasanya, setidaknya biarpun aku tidak diterima di SMA mu pun, aku bisa diterima di universitas yang sama denganmu. I'm not that bad.
Aku tidak pernah berbicara denganmu sebelumnya. Bahkan aku tak ingat kapan pertama kali aku berbicara denganmu. Tidak ada yang spesial darimu dimataku. Ini yang aku tau tentangmu saat itu:
- orang yang berhasil menduduki tempat impianku
- orang yang terkenal, banyak teman (terutama perempuan), disukai semua orang
- pandai berbicara dan berargumen
- sorry to say, high class (dont ask me why)
- aku tidak cocok denganmu (sebelumnya aku pernah mengenal orang sepertimu dan menurutku cukup itu yang terakhir).
Terlalu jugmental memang.
Aku ingat pertama kali mengobrol dengamu, di atas kuda besimu, malam hari, saat kita sedang ikut membagikan nasi sebagai kegiatan rutin komunitas kita. "Tau nggak prospek kerja apa yang cocok dilakuin di malem hari dan untungnya lumayan?" tanyamu malam itu, sembari tetap fokus menyetir. "Apa coba?" jawabku balik tanya. "Nggak tau? Tukang kerok. Coba perhatiin, banyak yang pake pakaian mini. Kasihan mereka pasti masuk angin." Entahlah, mungkin itu sebagai awal yang baik untuk bisa mengobrol denganmu, in another moment.
Ada momen yang kemudian membuatmu mengawali chat denganku. Membujukku untuk kembali ke komunitas, karena saat itu aku memang sedang ingin meninggalkannya karena urusan pribadi. Aku masih ingat saat itu justru kau balik bercerita kepadaku tentang bagaimana sudut pandangmu. Kalau tidak salah 50 chat darimu aku terima malam itu setelah aku selesai tampil menari perdanaku di fakultas sebelah. Kaget rasanya. Bagaimana bisa kau bercerita panjang lebar denganku?
Kemudian kita banyak sharing tentang apa yang menjadi permasalahan komunitas kita. Sampai akhirnya, entah ada angin apa, kau memilihku menjadi wakilmu untuk menggarap event komunitas bersama. Ya, mungkin momen ini yang mengawali semuanya.
Aku ingat momen pertama kali aku bercerita tentang hal diluar komunitas padamu, saat kita naik kreta bersama. Dan aku ingat pertama kali kita berbicara tentang hal yang jauuh lebih dalam dari itu, ketika aku menemani jam kerjamu di warung kopi. Mulai dari masalah sosial, politik, ekonomi, sampai hal-hal pribadi seperti agama, keluarga, pola pikir, sampai masalah hati. Beberapa hal kita sepakat, beberapa hal kita memiliki sudut pandang yang berbeda. Kau memang teman diskusi yang asyik! Pantas saja banyak yang menyukaimu.
Kedekatan kita rupanya terus berlanjut, hingga orang-orang mulai mempertanyakan hubungan kita. Dan kita hanya bisa menjawab sekenanya. Saat itu yang kita tau adalah kita sama-sama nyaman untuk saling bercerita, bertukar pikiran. Aku ingat, saat ulang tahunmu, aku duduk bersama teman sekamarmu di ruko depan sembari menunggu rombongan yang lain datang untuk sama-sama memberi kejutan untukmu. Aku masih ingat apa yang kukatakan ketika temanmu ini bertanya tentang hubungan kita. "Saya nggak tau mas, saya nggak berani berharap. Dia milik banyak orang. Dia baik sama siapa aja".
Aku masih ingat pertama kali aku mengenalmu saat kita saling mewakili SMP kita masing-masing di acara lokakarya. Bahkan aku tidak ingat apakah kita sempat bercakap waktu itu. Aku hanya tau namamu, itu saja. Sampai akhirnya beranjak SMA, aku kaget mendengar kabar bahwa kau diterima sebagai siswa di SMA idamanku. "Ah mungkin yang diterima disana benar-benar orang yang cerdas", begitu pikirku sembari mencoba ikhlas merelakan mimpi yang sudah kubangun selama 2 tahun lamanya. Kabar selanjutnya yang ku dengar tentangmu adalah ketika kau diterima di universitas yang sama denganku. Senang rasanya, setidaknya biarpun aku tidak diterima di SMA mu pun, aku bisa diterima di universitas yang sama denganmu. I'm not that bad.
Aku tidak pernah berbicara denganmu sebelumnya. Bahkan aku tak ingat kapan pertama kali aku berbicara denganmu. Tidak ada yang spesial darimu dimataku. Ini yang aku tau tentangmu saat itu:
- orang yang berhasil menduduki tempat impianku
- orang yang terkenal, banyak teman (terutama perempuan), disukai semua orang
- pandai berbicara dan berargumen
- sorry to say, high class (dont ask me why)
- aku tidak cocok denganmu (sebelumnya aku pernah mengenal orang sepertimu dan menurutku cukup itu yang terakhir).
Terlalu jugmental memang.
Aku ingat pertama kali mengobrol dengamu, di atas kuda besimu, malam hari, saat kita sedang ikut membagikan nasi sebagai kegiatan rutin komunitas kita. "Tau nggak prospek kerja apa yang cocok dilakuin di malem hari dan untungnya lumayan?" tanyamu malam itu, sembari tetap fokus menyetir. "Apa coba?" jawabku balik tanya. "Nggak tau? Tukang kerok. Coba perhatiin, banyak yang pake pakaian mini. Kasihan mereka pasti masuk angin." Entahlah, mungkin itu sebagai awal yang baik untuk bisa mengobrol denganmu, in another moment.
Ada momen yang kemudian membuatmu mengawali chat denganku. Membujukku untuk kembali ke komunitas, karena saat itu aku memang sedang ingin meninggalkannya karena urusan pribadi. Aku masih ingat saat itu justru kau balik bercerita kepadaku tentang bagaimana sudut pandangmu. Kalau tidak salah 50 chat darimu aku terima malam itu setelah aku selesai tampil menari perdanaku di fakultas sebelah. Kaget rasanya. Bagaimana bisa kau bercerita panjang lebar denganku?
Kemudian kita banyak sharing tentang apa yang menjadi permasalahan komunitas kita. Sampai akhirnya, entah ada angin apa, kau memilihku menjadi wakilmu untuk menggarap event komunitas bersama. Ya, mungkin momen ini yang mengawali semuanya.
Aku ingat momen pertama kali aku bercerita tentang hal diluar komunitas padamu, saat kita naik kreta bersama. Dan aku ingat pertama kali kita berbicara tentang hal yang jauuh lebih dalam dari itu, ketika aku menemani jam kerjamu di warung kopi. Mulai dari masalah sosial, politik, ekonomi, sampai hal-hal pribadi seperti agama, keluarga, pola pikir, sampai masalah hati. Beberapa hal kita sepakat, beberapa hal kita memiliki sudut pandang yang berbeda. Kau memang teman diskusi yang asyik! Pantas saja banyak yang menyukaimu.
Kedekatan kita rupanya terus berlanjut, hingga orang-orang mulai mempertanyakan hubungan kita. Dan kita hanya bisa menjawab sekenanya. Saat itu yang kita tau adalah kita sama-sama nyaman untuk saling bercerita, bertukar pikiran. Aku ingat, saat ulang tahunmu, aku duduk bersama teman sekamarmu di ruko depan sembari menunggu rombongan yang lain datang untuk sama-sama memberi kejutan untukmu. Aku masih ingat apa yang kukatakan ketika temanmu ini bertanya tentang hubungan kita. "Saya nggak tau mas, saya nggak berani berharap. Dia milik banyak orang. Dia baik sama siapa aja".
Comments
Post a Comment