Skip to main content

Curhat



Sebenernya kalo diitung dari hari ini, liburanku tuh masih sisa 2 minggu. Tapi dari hari Rabu kemarin aku udah balik ke Jogja. Kenapa? Simpel sih, ya pengen aja gitu. Di rumah nggak banyak kerjaan. Paling juga kerjaan rutinnya beresin rumah, masak, nyuci. Keluar juga jarang-jarang, kalo diajakin aja keluar. Disamping karena emang rumahku yang ada di pinggir kota, kemana-mana jauh, nggak ada kendaraan, cari angkot susah, panas, trus nggak enak aja sama orang rumah kalo keseringan keluar. Awalnya balik Jogja mau ngurus KRS, rencanannya mau ambil matkul lintas fakultas. Jadi musti nyiapin surat-surat buat ke fakultas yang dituju. Udah itu aja niatnya. Nggak punya rencana juga ntar bakal ngapain di Jogja sambil nunggu tanggal 15. Pokoknya pengen aja balik Jogja.

Pas udah sampe Jogja, ternyata matkul lintas fakultasnya nggak jadi diambil, karena alasan satu-dua hal. Jadi nggak jadi deh ngurus berkas-berkas, segala macem. Hari Kamis ke kampus buat ikut simulasi KRS. Makan, trus pulang, udah. Trus 3 hari berikutnya, sampe hari ini, aku banyakan diem di kamar. Keluar kamar paling cuma buat cari makan, beli ini-itu, memenuhi panggilan alam, sama memenuhi panggilan Tuhan. Udah. Jadi ngapain aja aku di kamar? Tidur, internetan, nge-game, baca-baca, chatting. Kenapa? Semacam penggangguran, ya? Hmm..

Salah satu alasan yang bikin aku pengen balik ke Jogja adalah karena di kos ada wifi. Seenggaknya banyak yang bisa aku lakuin dari adanya kemudahan berinternet ini. Well, aku kebanyakan ngabisin waktu luangku bersama laptop dan handphone. Ini nggak patut di contoh sih, karena dampaknya nggak baik juga di kesehatan. Mataku sampe sekarang merah, trus nyeri gitu rasanya. Sampe kadang-kadang berair. Tapi masih nggak kapok juga. Bahkan sampe sekarang masih di depan laptop, meskipun dengan bantuan kaca mata. Udah mata sakit, dari kemarin badan panas, lidah pait, nafas panas, pusing, komplit rasanya. Jadi itu juga alasan kenapa aku diem di kos selama 3 hari ini.

Mungkin kalo aku cerita ke orang tentang ini, responnya bakal bilang aku gabut banget, nggak produktif, bla bla bla. Men, selo men. Namanya juga liburan, yakan? “Ya tapi liburan nggak gitu juga sih, Shif”. Yha. Oke. Let me tell you what i got in my “lovely holiday”.

Jadi, aku sempet browsing macem-macem selama 3 hari ini. Dari blog tutorial belajar Bahasa Jerman, sampe iseng liat vlog-nya awkarin (abis itu nyesel uda liat). Tapi dari semua itu, aku nemuin banyak hasil browsingan yang menurutku cukup bermanfaat, at least buat aku sendiri. Aku baca blog-nya Diana Rikasari, blog-nya Betari Aisyah (please check at betari.id), sama ngatamin video-videonya Pandji Pragiwaksono di vidio.com. Tapi kali ini aku pengen cerita tentang apa yang aku temuin di blog Diana.

Sebelum sampe Jogja, aku punya sedikit masalah komunikasi sama orang terdekat. Biasanya kalo udah gitu, aku bakal berusaha buat jelasin masalahnya, berusaha gimana caranya biar lawan bicara aku ngerti kalo apa yang dia lakuin ke aku itu menurutku salah, atau bikin aku sakit hati. Ditambah lagi kalo ada temen yang ikutan ngomporin. Kesel gitu rasanya, apalagi kalo reaksi dia kayak nggak ada masalah apa-apa. Tapi, sekarang aku milih diem. Ya udah, gitu. Terserah dia mau ngapain juga, mau belain dirinya kayak gimana juga, selama penjelasannya nggak malah bikin aku lega tapi bikin aku semakin bertanya-tanya, “ini orang ngerti nggak, sih, problemnya apa?” Ya udah, gitu. Aku nggak mau maksain buat jelasin. Kadang yang menurut kita bener, belum tentu bener juga buat orang lain. Intinya, kalo respon orang itu baik, ya artinya kita nggak ada masalah. Kalo responnya nggak baik, berarti kita salah, meskipun mungkin kita nggak bermaksud kayak gitu. Trus kalo uda kejadian kayak gitu kita musti gimana? Ya minta maaf baik-baik, jelasin baik-baik kalo sebenernya ga ada niatan buat kayak gitu, salahnya dimana, cari solusi bareng-bareng.  Kelar. Simple. Tapi nggak banyak yang bisa begitu. Tapi selama dia nggak ngelakuin itu, yaudah gitu. Aku nggak mau maksa.

Nah, nyambung ke cerita tentang blog Diana tadi, aku nemuin sesuatu yang bisa menjelaskan apa yang aku rasain belakangan ini. Anw somehow aku orangnya susah buat ngungkapin apa yang aku rasain. Numpuk di otak, tapi keluarnya cuma seuprit gitu. Oke, jadi, di blog Diana Rikasari yang judulnya Stillness ini, dia bilang kalo akhir-akhir ini dia lebih diem dari biasanya. Dan dengan santainya dia bilang, “I’m at peace”. Di tulisan ini dia bilang, katanya gini:

 “I have found peace in not having to always prove myself that I am right, in not having to raise my tone just to make a point, in not having to tell someone that I disagree with you. I have learned that life is simpler when I focus on listening to my own breath as I inhale and exhale slowly, rather than to sounds that do not even make any sense.” –Diana Rikasari

You’re brilliant, Diana. 

Never felt like this before, but i enjoy with this feeling. Ada yang pernah bilang kalo aku kurang mencintai diri sendiri. Iya, itu aku. Aku kurang menghargai diriku sendiri. Aku selalu mempermasalahkan apa yang orang lain bilang tentang aku. bahkan aku sering mempertanyakan ke temen-temenku, “Am i wrong for feeling that way?”, “Am i right for doing like that?”, “Did you do the same if you were me?”, saking nggak percayanya sama diri sendiri. But my stillness told me about who i am, what i need, and what i want. 

Ya, men, i’m at peace.

Aku nggak nyesel buat kegabutanku 3 hari ini. Menurutku nggak gabut sih. Semakin aku browsing, semakin aku baca, semakin aku nemuin jawaban-jawaban atas pertanyaan diriku sendiri. Karena ternyata, buat ngerti dirimu sendiri, kamu butuh waktu buat sendirian, men. Kamu butuh waktu buat ngomong sama dirimu sendiri. Apa yang kamu rasain, apa yang kamu mau, yang kamu suka, yang kamu nggak suka. Whatever people talks about you, whatever people responds you, criticize you, you still the one and only human who know about who you are.

Iya, kamu nggak perlu susah payah bikin orang ngertiin kamu. Karena kamu masih punya dirimu sendiri yang lebih ngerti siapa kamu sebenernya.

Mungkin buat orang lain masalah semacem ini itu nggak penting, gitu. Atau orang lain mungkin aja udah bisa ngerti siapa dirinya tanpa harus bingung macem aku gini. Congratulations, guys! You’are safe. Bisa ngomong sama diri sendiri itu nggak gampang, and lucky you if you can do that easily. Aku nggak tau apa aku bakal jadi kayak sekarang terus apa enggak. Kita nggak pernah tau kapan kita berubah, baik atau buruk perubahan kita nanti. Tapi seenggaknya aku pernah ngerasain ini. Seenggaknya dari sini aku nggak perlu khawatir lagi soal apapun yang aku lakuin. Seenggaknya tau gimana caranya untuk tidak ‘melarikan diri’ lagi.

udah, mau curhat itu aja. mata udah panas.

Comments

Popular posts from this blog

Ahmad (V)

“Sampai waktu membawaku kembali padamu. Perlahan mengikis luka dan cerita sendu. Lalu bersama memintai doa, kiranya diamini semesta.” Berdamai dengan diri sendiri adalah sesuatu yang sedang aku pelajari sejak kepergianmu saat itu. Aku marah padamu, bahkan juga pada Tuhan. Aku marah atas sikapmu. Aku marah pada keadaan. Aku marah, kenapa aku dipertemukan denganmu, kalau akhirnya kau pergi juga? Lalu apa bedanya kamu dengan sebelummu? Lalu lari kemana doa-doaku? Semakin aku marah, semakin aku ingin menjadi egois. Bersikeras untuk acuh kepadamu. Tidak peduli apapun cerita tentangmu. Tidak peduli dengan cibiran orang-orang. Seolah aku berdiri sendiri, menutup telinga dari saran-saran bijak sekalipun. Mereka hanya tidak tahu bagaimana rasanya, pikirku saat itu. Tapi semakin aku marah, justru hatiku semakin sakit. Justru aku tidak berhenti memikirkannya sepanjang hari. Dan justru aku diam-diam mencari tahu tentangmu, yang nyatanya membuatku semakin sakit. Lalu aku merasa ...

Sebelah Mata

Hari ini saya dan teman-teman foto angkatan untuk kedua kalinya. Pertanda bahwa kami sudah dipenghujung perjuangan menjadi seorang mahasiswa. Foto angkatan pertama kali, kami lakukan pada saat menjadi maba. Sengaja kami ambil spot foto yang sama, dengan tema yang sama, dan posisi duduk yang sama, dengan foto 3 tahun lalu. Sejenak saya pandangi teman-teman saya. Begitu banyak hal yang berubah selama 3 tahun ini. Dulunya, teman di depan saya ini tidak begitu memperhatikan penampilan. Tapi lihatlah! Sekarang malah dia yang selalu tampil stylist , bahkan untuk datang kuliah yang hanya 1 matkul sekalipun. Teman saya di ujung sana, dulunya pendiam sekali. Tapi lihatlah! Sekarang justru dia yang sibuk mengajak selfie bersama teman-teman yang lain. Ada lagi yang di sebelah saya ini. Dulu dia sukanya pakai celana jeans ketat. Tapi lihatlah! Bahkan sekarang saya sudah tidak bisa melihat gerak-gerik mulutnya saat dia berbicara . People change. And so do i. Saya flashback ke masa-masa s...

Tentang Sajadah

Hai Blogger! Assalamualaikum.. Apa kabar? Semoga Allah selalu memberikan kita karunia berupa kesehatan dan kekuatan dalam iman islam. Aamiin ya Rabb.. Alhamdulillah, kini tiba saatnya kita menyambut hari kemenangan. Setelah sebulan lamanya menahan lapar dan dahaga. Sebulan lamanya menahan diri dari godaan hawa nafsu dunia. Semoga Allah senantiasa menerima amal ibadah kita. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H ya :) Mohon maaf yg sebesar-besarnya jika ada salah kata dan tingkah laku yg kurang berkenan selama ini. Semoga Allah meluruhkan dosa-dosa kita. Aamiin.. Maaf, agaknya 2 postingan di awal hari ini terkesan sok alim nan suci. Sungguh tidak ada maksud demikian. Ah, biarlah Allah yang menilai. Jadi begini saudaraku, kali ini aku ingin membagi sedikit isi otak ku berkenaan dengan sholat ied nanti. Semoga yg sedikit ini bermanfaat ya. Ini tentang sajadah. Hingga detik ini, masih banyak orang-orang non muslim yang menginginkan perpecahan islam. Segala cara dilakukan, sepert...