Skip to main content

Anomali

Berawal dari email yang saya terima di waktu subuh beberapa hari lalu. Dari teman. Beliau (sebagai sosok yang saya hormati), teman saya ini, rupanya sedang mempertanyaan atas anomali (begitu istilah yang beliau gunakan) sikap saya belakangan ini. Menarik sekali. Bahkan saya bingung apa yang beliau sebut sebagai anomali dari sikap saya.

Anomali.

Seharian satu kata itu memenuhi pikiran saya. Apakah saya sudah menjadi orang yang berbeda? Apakah saya berubah? Apakah begitu nampak perubahan saya? Apakah diri saya yang sekarang membuat orang lain tidak nyaman? Apa arti perubahan sikap saya bagi orang lain?

Tunggu, semua pertanyaan itu mengacu pada bagaimana pandangan orang terhadap saya. Kenapa saya tidak tanyakan saja pada diri saya sendiri? Apa yang sebenarnya saya rasakan? Apakah saya nyaman menjadi saya yang sekarang?

Iya. Bagaimana rasanya menjadi saya yang sekarang.

Tidak ada guru yang lebih berarti daripada pengalaman kita sendiri, sebagai manusia, yang hidup dalam kehidupan. Di satu sisi saya bersyukur diciptakan sebagai manusia. Karena malaikat sekalipun tidak akan punya pengalaman sehebat yang saya punya. Meskipun disisi lain saya lebih sering protes ke Tuhan, kenapa saya diciptakan sebagai manusia. Dan kenapa harus perempuan.

Saya mendapat banyak pelajaran di tahun lalu. Banyak senangnya, pun banyak sedihnya. Saya senang karena 3 resolusi saya tahun lalu berhasil terwujud. Sedih karena rupanya masih ada 6 resolusi yang gagal diwujudkan. Saya lebih sering menangis di tahun kemarin. Daya tahan tubuh saya tidak terlalu bagus, lebih sering sakit, menjadi lemah, menjadi sering gagal, kurang bersemangat, sering dibodohi, salah mengambil keputusan, salah mempercayai orang, sakit hati, ah... lengkap rasanya!

Apakah saya menyesal?
Iya. Saya menyesal. Tapi bukan berarti saya menyesali semua yang saya dapatkan. Yang menyenangkan, yang membahagiakan, biarlah begitu adanya. Saya menyesal, karena saya tahu semua yang saya lakukan adalah keputusan saya. Saya tidak bisa menyalahkan siapapun karena sadar atau tidak saya telah melakukannya.

Saya menyesal telah membiarkan masalah saya terus mengejar saya, dan saya terus menerus takut menghadapinya.
Saya menyesal membiarkan orang lain menyakiti hati saya, membuat saya lemah, banyak mengeluarkan air mata.
Saya menyesal mempercayai segala pernyataan-pernyataan bahwa semua akan baik-baik saja, sedang nyatanya itu hanya kedok untuk menutupi segala ketakutan, kekhawatiran dan rasa tidak percaya.
Saya menyesal membiarkan pola pikir saya di-merger dengan pola pikir orang lain yang nyatanya membuat saya sadar bahwa itu bukan saya.
Saya menyesal dengan cara learning by doing, sedang harusnya saya belajar terlebih dahulu, mempersiapkan segalanya agar saya tidak mudah dibodohi oleh pernyataan-pernyataan manipulative.

Pun apa yang bisa dilakukan dari rasa menyesal, selain mengatakannya dengan jelas bahwa "iya, aku menyesal"?
Ya, tentu saja ditambah dengan usaha untuk tidak mengulanginya lagi.
Dan menurut saya tidak ada salahnya kata itu dilisankan. Benar-benar tidak masalah.

Saya tidak ingin membuat pernyataan bahwa saya akan melakukan ini dan itu. Saya hanya ingin lebih jujur pada diri saya sendiri. Tidak perlu menjadi orang yang selalu dipandang baik. Tidak perlu ragu untuk berkata tidak jika memang diri ini tidak berkenan. Tidak perlu takut untuk melepas dan meninggalkan sesuatu yang memang sudah saatnya untuk direlakan. Tidak perlu repot memikirkan apakah hati, otak atau ego yang mendasari tindakan. Tidak perlu takut menjadi sendiri. Tidak perlu takut untuk menghadapi apa yang harus dihadapi.

Mungkin ada benarnya pernyataan anomali itu. Tapi sekarang saya sadar, bahwa saya tidak punya kewajiban untuk menjelaskan perubahan apapun dari diri saya ke orang lain, apalagi hanya untuk menghindari pandangan negatif dan salah paham orang lain terhadap diri saya.

Apapun anomali sikap saya, saya hanya ingin bilang bahwa saya benar-benar baik-baik saja, dengan menjadi diri saya yang sekarang. Saya hanya merasa Tuhan sedang membawa saya pada tingkat kedewasaan yang lebih menantang dan menguatkan saya. Saya hanya perlu mengikuti alurnya saja. Dan saya benar-benar sedang menikmatinya.


Nb: Terimakasih, teruntuk orang-orang yang banyak memberi perhatian kepada saya. Menanyakan kabar tiba-tiba, memastikan apakah saya baik-baik saja, memberi dukungan, semangat, dan banyak lainnya. Itu semua sangat membantu dan membuat saya semakin yakin dengan diri saya sendiri. Dan tentu membuat saya semakin yakin, bahwa Tuhan tidak akan berhenti mengasihi, sebanyak apapun saya kehilangan.
Ar-Rahman, Ar-Rahiim.




Banyuwangi, 5 Januari 2017 | 23.30
S.


Comments

Popular posts from this blog

Ahmad (V)

“Sampai waktu membawaku kembali padamu. Perlahan mengikis luka dan cerita sendu. Lalu bersama memintai doa, kiranya diamini semesta.” Berdamai dengan diri sendiri adalah sesuatu yang sedang aku pelajari sejak kepergianmu saat itu. Aku marah padamu, bahkan juga pada Tuhan. Aku marah atas sikapmu. Aku marah pada keadaan. Aku marah, kenapa aku dipertemukan denganmu, kalau akhirnya kau pergi juga? Lalu apa bedanya kamu dengan sebelummu? Lalu lari kemana doa-doaku? Semakin aku marah, semakin aku ingin menjadi egois. Bersikeras untuk acuh kepadamu. Tidak peduli apapun cerita tentangmu. Tidak peduli dengan cibiran orang-orang. Seolah aku berdiri sendiri, menutup telinga dari saran-saran bijak sekalipun. Mereka hanya tidak tahu bagaimana rasanya, pikirku saat itu. Tapi semakin aku marah, justru hatiku semakin sakit. Justru aku tidak berhenti memikirkannya sepanjang hari. Dan justru aku diam-diam mencari tahu tentangmu, yang nyatanya membuatku semakin sakit. Lalu aku merasa ...

Sebelah Mata

Hari ini saya dan teman-teman foto angkatan untuk kedua kalinya. Pertanda bahwa kami sudah dipenghujung perjuangan menjadi seorang mahasiswa. Foto angkatan pertama kali, kami lakukan pada saat menjadi maba. Sengaja kami ambil spot foto yang sama, dengan tema yang sama, dan posisi duduk yang sama, dengan foto 3 tahun lalu. Sejenak saya pandangi teman-teman saya. Begitu banyak hal yang berubah selama 3 tahun ini. Dulunya, teman di depan saya ini tidak begitu memperhatikan penampilan. Tapi lihatlah! Sekarang malah dia yang selalu tampil stylist , bahkan untuk datang kuliah yang hanya 1 matkul sekalipun. Teman saya di ujung sana, dulunya pendiam sekali. Tapi lihatlah! Sekarang justru dia yang sibuk mengajak selfie bersama teman-teman yang lain. Ada lagi yang di sebelah saya ini. Dulu dia sukanya pakai celana jeans ketat. Tapi lihatlah! Bahkan sekarang saya sudah tidak bisa melihat gerak-gerik mulutnya saat dia berbicara . People change. And so do i. Saya flashback ke masa-masa s...

Tentang Sajadah

Hai Blogger! Assalamualaikum.. Apa kabar? Semoga Allah selalu memberikan kita karunia berupa kesehatan dan kekuatan dalam iman islam. Aamiin ya Rabb.. Alhamdulillah, kini tiba saatnya kita menyambut hari kemenangan. Setelah sebulan lamanya menahan lapar dan dahaga. Sebulan lamanya menahan diri dari godaan hawa nafsu dunia. Semoga Allah senantiasa menerima amal ibadah kita. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H ya :) Mohon maaf yg sebesar-besarnya jika ada salah kata dan tingkah laku yg kurang berkenan selama ini. Semoga Allah meluruhkan dosa-dosa kita. Aamiin.. Maaf, agaknya 2 postingan di awal hari ini terkesan sok alim nan suci. Sungguh tidak ada maksud demikian. Ah, biarlah Allah yang menilai. Jadi begini saudaraku, kali ini aku ingin membagi sedikit isi otak ku berkenaan dengan sholat ied nanti. Semoga yg sedikit ini bermanfaat ya. Ini tentang sajadah. Hingga detik ini, masih banyak orang-orang non muslim yang menginginkan perpecahan islam. Segala cara dilakukan, sepert...